Beranda | Artikel
Menuju Kesempurnaan Ibadah Shalat (Bag 10): Adzan dan Iqamah
Jumat, 27 Agustus 2021

Baca pembahasan sebelumnya Menuju Kesempurnaan Ibadah Salat (Bag. 9): Syarat Sah Salat

Azan merupakan pemberitahuan akan datangnya waktu salat dengan lafaz khusus yang ditetapkan syariat [1]. Sedangkan iqamah merupakan pemberitahuan tentang pelaksanaan salat wajib dengan lafaz khusus yang ditetapkan syariat [2]. Azan dan iqamah adalah fardhu kifayah bagi laki-laki, yaitu untuk salat wajib lima waktu dan juga salat Jumat sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ

“Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.” (QS. al-Maidah: 58)

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. al-Jumuah: 9)

Demikian juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Jika telah tiba waktu salat, hendaklah salah seorang di antara kalian mengumandangkan azan untuk kalian. Dan hendaklah orang yang paling tua di antara kalian yang menjadi imam.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Ibnu Taimiyyah Rahimahullah mengatakan, “Di dalam sunah yang mutawatir disebutkan bahwa azan dan iqamah itu telah dikumandangkan pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian juga menurut ijma’ dan pengamalan umat yang mutawatir dari generasi ke generasi berikutnya.” [3]

Baca Juga: Larangan Keluar dari Masjid setelah Adzan Dikumandangkan

Keutamaan azan

Azan dan muazin masing-masing memiliki keutamaan sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang salih, dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerahkan diri?`” (QS. Fushshilat: 33)

Terdapat 7 (tujuh) keutamaan azan dan muazin, yaitu:

1. Muazin memiliki leher yang lebih panjang di hari kiamat [4].
2. Azan dapat mengusir setan [5].
3. Pahala yang besar yang terkandung dalam seruan azan [6].
4. Azan akan menjadi saksi bagi seseorang yang mendengarkannya pada hari kiamat [7].
5. Ampunan dan pahala bagi Muazin sebagaimana pahala orang yang mengerjakan salat dengan seruan azan tersebut [8].
6. Nabi mendoakan ampunan bagi muazin [9].
7. Dosa muazin dapat diampuni dan azannya dapat menjadi penyebab masuk surga [10].

Tata cara azan dan iqamah

Azan yang dikumandangkan Bilal Radhiallahu’anhu di hadapan Nabi Shallallahualaihi wasallam terdiri dari 15 (lima belas) kalimat. Sedangkan iqamah terdiri dari 10 (sepuluh) kalimat. Sebagaimana hadis Anas Radhiallahu’anhu, beliau bercerita, “Bilal diperintahkan untuk menggenapkan azan dan mengganjilkan ikamah, kecuali iqamah (qad qaamatish shalaah)” [11].

Adapun lafaz azan adalah sebagai berikut,

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ . أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ . أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ . حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ . حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ .اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ . لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

Sedangkan lafaz iqamah adalah sebagai berikut,

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ . أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ. حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ. حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ. قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ. اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ . لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

Azan dan iqamah tersebut berlaku untuk semua salat fardhu [12]. Adapun untuk salat subuh, lafaz azan ditambah dengan kalimat: الصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ setelah lafaz حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ.

Adab muazin

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa azan merupakan pemberitahuan akan datangnya waktu salat. Maka azan juga merupakan bagian dari ibadah, dimana seorang muazin bisa memperoleh pahala yang berlipat ganda dengan sebab ibadah azan yang dilakukan. Namun, untuk menggapai pahala tersebut seorang muazin juga dianjurkan untuk memperhatikan adab-adab sebagaimana yang dicontohkan oleh para shalafus shalih khususnya para sahabat radhiallahu ‘anhum. Oleh karenanya, penting bagi seorang muazin untuk memerhatikan adab-adab azan, sebagai berikut:

1. Seorang muazin hendaklah dalam keadaan suci dari hadats [13].
2. Hendaklah mengumandangkan lafaz azan secara pelan dan lafaz iqamah secara cepat serta masing-masing dilakukan secara terputus-putus dengan cara berhenti pada penggalan setiap kalimat [14].
3. Hendaklah dilakukan dari tempat yang tinggi, dengan posisi berdiri serta menghadap kiblat (15) sambil meletakkan jari-jemarinya di kedua telinganya [16].
4. Hendaklah menjulurkan leher kemudian menoleh ke kanan untuk mengajak manusia mengerjakan salat (ketika lafaz ‘hayya ‘alash shalah) dan menoleh ke kiri untuk meraih keberuntungan (ketika lafaz ‘hayya ‘alal falah) [17].
5. Mengumandangkan azan di awal waktu salat [18].
6. Termasuk disunnahkan agar seorang muazin memiliki suara yang nyaring [19] dan merdu [20].
7. Seorang muazin hendaklah merupakan orang yang dapat dipercaya [21].
8. Hendaklah seorang muazin meniatkan azannya ikhlas memurnikan tujuannya untuk mencari keridaan Allah Ta’ala [22].

Baca Juga: Adzan Merupakan Syiar Agama Islam

Menjawab muazin

Jika mendengar seruan “hayya ‘alash shalah” dan “hayya ‘alal falah”, disunnahkan untuk menjawab dengan kalimat, “laa haula wa laa quwwata illa billah” [23]. Berikut rincian jawaban setiap lafaz muazin,

1. Ketika mendengar kalimat tasyahud,

“أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ . أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ”

hendaklah disambut dengan kalimat [24]:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ . أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ رَضِيْتُ بِااللّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلًا وَبِالإِسْلاَمِ دِيْنًا.

2. Berselawat atas Nabi setelah selesai menjawab muazin, kemudian membaca [25]:

اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ

3. Berdoa sesuai hajat yang ingin diminta disela waktu antara azan dan ikamah [26].

Keluar masjid setelah azan dikumandangkan

Tidak diperbolehkan bagi orang yang wajib menunaikan salat untuk keluar masjid setelah azan dikumandangkan kecuali dengan udzur syar’i atau niat untuk kembali. Sebagaimana ucapan Abu Hurairah Radhiallahu ’anhu kepada orang yang keluar masjid setelah azan dikumandangkan, “Orang ini benar-benar telah mendurhakai Abul Qasim (Rasulullah) Shallallahualaihi wasallam” [26].

Terhadap hadis di atas, at-Tirmidzi mengungkapkan, “Berdasarkan praktik tersebut, menurut para ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang-orang setelahnya, tidak diperbolehkan bagi seorang pun keluar masjid setelah azan, kecuali karena suatu alasan atau karena kepentingan wudu atau suatu yang harus dilakukan” [27].

Jarak waktu antara azan dan iqamah

Jeda antara waktu azan dan iqamah dimaksudkan agar orang yang mungkin sedang melakukan berbagai aktivitas seperti makan, minum, buang hajat, atau dalam keadaan berhadats; diberikan kesempatan untuk bersiap-siap. Agar orang tersebut juga tidak ketinggalan salat berjamaah sepenuhnya atau sebagiannya karena tidak adanya jeda waktu antara azan dan iqamah. Terlebih orang tersebut berada di tempat yang jauh dari masjid. Oleh karenanya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengisyaratkan adanya salat antara azan dan iqamah sebagai pedoman jeda waktu. Sebagaimana sabdanya,

“Antara tiap dua (azan dan iqamah) ada salat. Antara tiap dua (azan dan iqamah) ada salat”.

Kemudian pada yang ketiga kalinya beilau bersabda,

“Bagi yang menghendaki” (Muttafaqun ‘alaihi)

Senada dengan hal tersebut, al-’Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz Rahimahullah pernah mengatakan, “Tidak boleh menyegerakan iqamah hingga imam memerintahkan. Jarak itu sekitar seperempat jam atau sepertiga jam atau yang mendekatinya. Jika imam terlambat dalam waktu yang cukup lama, maka diperbolehkan yang lainnya untuk maju menjadi imam salat” [28].

Azan dan iqamah merupakan bagian dari rangkaian salat yang juga wajib diketahui dan dipahami oleh setiap muslim. Keutaman-keutaman, tata cara, adab-adab, anjuran menjawab, dan berbagai perkara lainnya yang berkaitan dengan azan dan iqamah sebagaimana dijelaskan di atas adalah hal yang penting untuk dikuasai. Sehingga dengannya bekal ilmu untuk mendapatkan kesempurnaan ibadah salat dapat semakin bertambah dan celah untuk mendapatkan pahala semakin terbuka, insyaa Allah. Wallahu a’lam.

[Bersambung]

Catat Kaki:

1. Lihat Kitab al-Mughni karya Ibnu qudamah (II/53)
2. Lihat Kitab ar-Raudhatul Murbi’ karya Ibnu al-Qasim (I/428)
3. Lihat Kitab Syarhul ‘Umdah karya Ibnu taimiyyah (II/96)
4. Lihat Kitab ash-Shalaah Bab “Fadhul Adzaani wa Hurubisy Syaithani ‘Inda Simaa’ihi karya Muslim no. 387.
5. Lihat Kitab al-Adzaan Bab “Fadhlut Ta’dziin” karya Muslim no. 608.
6. Lihat Kitab al-Adzaan Bab “al-Istihaamu fil Adzaan” karya Bukhari no. 615.
7. Ibid Bab “Raf’i as-sauti bi an-Nida’” no. 609
8. Lihat Kitab al-Adzaan Bab “Raf’i as-sauti bi an-Nida’” karya an-Nasa’i (II/13)
9. Lihat Kitab as-Shalah Bab “Maa Yajibu alalMuazin min Ta’ahudil Waqti” karya Abu Dawud (I/143) no. 517
10. Ibid Bab “Maa Jaa-a Annal Imaama Dhaaminun walMuazin Mu’tamanun” (I/402) no. 207
11. Lihat Kitab al-Adzaan Bab “al-Adzaanii Matsnaa-Matsnaa’” karya al-Bukhari no. 605
12. Lihat Kitab Shahih karya Ibnu Khuzaimah (I/200) no. 385.
13. Lihat Kitab al-Inshaaf fii Ma’rifatir Raajih inal Khilaaf karya al-Mawardi (III/75)
14. Ibid (III/72)
15. Lihat Kitab as-Shalah Bab “al-Adzaani fauqal Manaarah” karya Abu Dawud no. 519.
16. Lihat Kitab al-Musnad karya Ahmad (IV/308).
17. Lihat Kitab as-Shalah Bab “al-Muadzin yastadiiru fi Adzaanihi” karya Abu Dawud no. 520.
18. Lihat Kitab al-Adzaan Bab “as-Sunnah fi al-Adzaan” karya Ibnu Majah no 713.
19. Lihat Kitab as-Shalah Bab “Kaifal Adzaan” karya Abu Dawud no. 499.
20. Lihat Kitab Subulussalam karya ahs-Shan’ani (II/70).
21. al-Qashah : 26
22. Lihat Kitab as-Shalah Bab “Akhzil Ajri ‘ala Ta’dzin”” karya Abu Dawud no. 531.
23. Lihat Kitab as-Shalah Bab “Istihbabil Qaul Mitsla QaulilMuazin Liman Sami’ahu” karya Muslim no. 385.
24. Lihat Kitab as-Shalah Bab “Istihbabil Qaul Mitsla QaulilMuazin” karya Muslim no. 385.
25. Lihat Kitab al-Adzaan Bab “Istihbabil Qaul Mitsla QaulilMuazin” karya Muslim no. 385.
26. Lihat Kitab Musnad karya Ahmad (III/225)
27. Lihat Sunan at-Tirmidzi hadis no.204.
28. Lihat Kitab Shalatul Mu’min karya Syaikh Said bin Ali bin Wah al-Qahthani halaman 206.

Baca Juga:

Penulis: Fauzan Hidayat


Artikel asli: https://muslim.or.id/68305-menuju-kesempurnaan-ibadah-shalat-bag-10-adzan-dan-iqamah.html